TANGERANG – Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang diminta untuk memeriksa SMAN 24 Kab. Tangerang, Banten, terkait tiga persoalan yang diperkirakan bisa berimbas masalah hukum yaitu mengenai dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 350 biaya test buta warna, penjualan seragam sekolah dan dugaan penyelewengan Dana BOS.
Menurut informasi yang diterima RadarOnline.id, SMAN 24 Kab. Tangerang melakukan pungli kepada siswa baru Tahun Pelajaran 2022/2023 sebesar Rp 350 ribu, dengan dalih mengecek kesehatan mata untuk test buta warna. Berikutnya penjualan seragam yang dijual hingga memakan biaya hampir Rp 1 juta.
Saat dikonfirmasi di SMAN 24 Kab. Tangerang, Kepala Sekolah Suyadi Didik Prayitno membantah bahwa pihaknya telah melakukan pungli terhadap Peserta Didik Baru.
“Kami tidak pernah melakukan pungutan sebesar Rp 350 ribu untuk test buta warna. Dari mana informasi itu, siapa yang mengatakan, kalau memang bisa dibuktikan silahkan bawa orangnya, ” bantah Didik, Senin (19/12/2022).
Baca juga:
Jarimatika Perkalian 2 Super Mudah
|
Sementara mengenai penjualan seragam sekolah, Didik tidak membantahnya dan bahkan mengakuinya. Bahwa seragam yang diperjual-belikan tersebut hanya yang mempunyai ornamen ke ciri khas-an.
“Terkait penjualan seragam, betul memang kami menjualnya, tapi hanya kekhas-an seperti pakaian olahraga, baju batik, pakaian hari Jumat, termasuk atribut-atributnya yang dengan sablonan SMA Negeri 24 Kabupaten Tangerang, ” ujarnya.
Yang paling prioritas menjadi perhatian dari Aparat Penegak Hukum Kejaksaan ialah, mengenai penggunaan Dana BOS yang rawan terjadi penyelewengan.
Sebab selama Pandemi Covid 19 melanda dua tahun lebih, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hanya dilaksanakan secara online, sehingga untuk belajar mengajar tatap muka tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian, realisasi Dana BOS boleh dikatakan sangat minim.
Sebagai masukan untuk Kejari Kab. Tangerang, mengutip pengakuan Kepala Sekolah Suyadi Didik Prayitno, keseluruhan jumlah anak didiknya mencapai 1.350 orang lebih.
Artinya, bahwa Dana BOSNAS yang diterima pihaknya mencapai Rp 2 miliar lebih per tahun, dengan asumsi 1.350 orang x Rp 1.500.000.000 per siswa = Rp 2.025.000.000 (Dua miliar dua puluh lima juta rupiah). Tentunya, ini adalah biaya yang sangat besar. (Pesta/J. Sianturi)